Al-Haya` (rasa malu) termasuk sifat penting guna
meningkatkan kualifikasi seorang muslim di hadapan Rabbnya serta di
tengah komunitas sosialnya. Bukan jenis malu kategori khojal
yang melahirkan rasa rendah diri dan enggan untuk beramal kebaikan
semisal amar ma’ruf nahi mungkar dan bertanya tentang ilmu yang tak
diketahui. Karena menahan diri dalam masalah itu mengindikasikan ‘ajzun (kelemahan) dan mahânah (kehinaan diri)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Madârijus Sâlikin menyebutkan
‘kalau sumber rasa malu yang yang berbuah kebaikan itu memancar dari
hati yang hidup dan kesadaran terhadap limpahan karunia Allah padanya
dibarengi dengan pengakuan atas ketidaksempurnaan dalam menjalankan
hak-hak Rabbnya. Sifat ini membuahkan timbulnya pendirian untuk menjauhi
hal-hal yang diharamkan dan menjalankan kewajiban-kewajiban’.
Hingga tidak perlu dipertanyakan ketika rasa malu menjadi bagian
cabang keimanan. Lantaran pada dirinya telah tertanam katup pengontrol
dari segala keburukan. Oleh karenanya, perilaku dan tutur kata buruk,
apalagi maksiat tersisihkan dari dirinya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
“Iman adalah tujuh puluh sekian cabang. Yang paling utama adalah
Laa ilaaha illallah. Cabang terendah ialah menyingkirkan gangguan dari
jalan. Dan rasa malu salah satu cabang keimanan”. [HR. Muslim].
Dengan taufik dari Allah, kebaikan demi kebaikan akan deras
berselingan pada orang yang telah menghiasi diri dengan moral yang luhur
ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ
Rasa malu tidak mendatangkan kecuali kebaikan [HR. al Bukhâri dan Muslim]
Berkaitan dengan kepemilikan rasa malu yang berbuah manis ini, Abu Sa’îd Al Khudri Radhiyallahu anhu menceritakan :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ
حَيَاءً مِنْ الْعَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا وَكَانَ إِذَا كَرِهَ شَيْئًا
عَرَفْنَاهُ فِي وَجْهِهِ
“Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih malu dari seorang gadis perawan yang berada dalam hijabnya[1]. Bila beliau melihat sesuatu yang tidak disukai, maka akan terlihat di wajahnya”. [HR. al Bukhari dan Muslim]
Para sahabat telah mengetahui kebencian beliau terhadap sesuatu
(selain pelanggaran agama) melalui perubahan air muka yang seketika. Hal
itu tiada lain karena rasa malu pada diri beliau yang mulia.
Atas sebab itu pula, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
enak menyuruh sejumlah shahabat yang duduk berlama-lama di kediaman
beliau agar beranjak pergi. Karena acara jamuan sudah usai. Saat itu,
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengundang mereka untuk menghadiri
walimah istri beliau Zainab Radhiyallahu anhuma. Hanya saja, meski acara
sudah selesai, sebagian mereka tidak langsung bergegas pulang. Beliau
sengaja mondar-mandir keluar masuk rumah sendiri untuk memberi sinyal
kepada mereka agar mereka cepat meninggalkan rumah beliau. Namun isyarat
tersebut belum terpahami. Maka turunlah ayat 53 dari surat al Ahzâb. [HR. al Bukhari dan Muslim]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ
النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ
إِنَاهُ وَلَٰكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ
فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ ۖ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ ۚ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ۚ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki
rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak
menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka
masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik
memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu
Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah
tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu
(keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari
belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati
mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak
(pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat.
Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah”. [al-Ahzab/33:53]
Akan tetapi, dalam konteks pelanggaran aturan Allah Subhanahu wa
Ta’ala, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang sangat
tegas dalam menegakkan hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala .
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XI/1428/2007M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.
Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi
08122589079]
________
Footnote
Maksudnya, bila ia ditemui lelaki di dalamnya (Fathul Bari)
Monday 20 February 2017
Petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Dalam Meredam Luapan Emosi
PETUNJUK NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM DALAM MEREDAM LUAPAN EMOSI
Marah termasuk sifat bawaan pada manusia yang sebenarnya mengandung
kemaslahatan dan manfaat. Sebab, dikatakan Syaikh Shaleh al-Fauzaan
hafizhahullah, orang yang tidak bisa marah, terdapat kekurangan pada
dirinya. Hanya saja, kemarahan itu harus diterapkan pada tempatnya.
Apabila melampaui batas dan rambunya, maka akan menimbulkan bahaya [1]
sehingga akan merugikan dan menjadi sifat tercela.
Sebelum memuntahkan amarah kepada orang lain atau benda sekalipun,
baiknya orang memperhatikan hadits berikut yang berisi pesan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seseorang yang meminta nasehat dari
beliau.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا
تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, seorang lelaki berkata
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Berilah aku wasiat”. Beliau
menjawab: “Janganlah engkau marah”. Lelaki itu mengulang-ulang
permintaannya, (namun) Nabi (selalu) menjawab, “Janganlah engkau
marah”[2].
Pesan hadits di atas sudah sangat jelas mengenai celaan terhadap
marah, sehingga juga memperingatkan orang agar menjauhi faktor-faktor
pemicunya [3]. Sebab satu jawaban yang sama dilontarkan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk merespon satu permintaan yang
diulang-ulang menjadi petunjuk akan efek besar yang ditimbulkan oleh
emosi.
Oleh karena itu, dalam beberapa hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah menghadirkan beberapa terapi nabawi untuk meredam emosi:
1. Membaca isti’âdzah (doa mohon perlindungan) dari setan yang terlaknat.
سَمِعْتُ سُلَيْمَانَ بْنَ صُرَدٍ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اسْتَبَّ رَجُلَانِ عِنْدَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ أَحَدُهُمَا
فَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى انْتَفَخَ وَجْهُهُ وَتَغَيَّرَ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً
لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ الَّذِي يَجِدُ فَانْطَلَقَ إِلَيْهِ
Diriwayatkan dari Sulaimân bin Shurd Radhiyallahu anhu berkata, “Aku
pernah duduk di samping Nabi saat dua orang lelaki tengah saling caci.
Salah seorang dari mereka telah memerah wajahnya, dan urat lehernya
tegang. Beliau bersabda, “Aku benar-benar mengetahui perkataan yang bila
diucapkannya, niscaya akan lenyap apa (emosi) yang ia alami. Andai ia
mengatakan: a’ûdzu billâhi minasy syaithânir rajîm, pastilah akan lenyap
emosi yang ada padanya [HR. al-Bukhâri no. 3282, Muslim no. 2610]
Landasan hadits ini adalah firman Allah Azza wa Jalla
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui [al-A’râf/7:200]
2. Mengambil air wudhu
Dari Athiyyah as-Sa’di Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah bersabda:
Dari Athiyyah as-Sa’di Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah bersabda:
عَنْ جَدِّي عَطِيَّةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ
الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ
بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api
akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah,
hendaknya berwudhu [4]
3. Menahan diri dengan diam
Dari Ibnu Abbaas dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
Dari Ibnu Abbaas dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
Barang siapa marah, hendaknya diam (dulu)
4. Merubah posisi dengan duduk atau berbaring
Dari Abu Dzarr Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dari Abu Dzarr Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِذَا ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلاَّ فَلْيَضْتَجِعْ
Jika salah seorang dari kalian marah saat berdiri, hendaknya ia
duduk, kalau belum pergi amarahnya, hendaknya ia berbaring (Hadits
shahih)
5. Mengingat-ingat keutamaan orang yang sanggup menahan emosi dan
bahaya besar yang timbul dari luapan amrah yang akan dijauhkan dari
taufik.
Dari Muâdz Radhiyallahu anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dari Muâdz Radhiyallahu anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَفِّذهُ دَعَأهُ
اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُوْرِ مَا شَاءَ
Barang siapa menahan amarahnya padahal mampu meluapkannya, Allah akan
memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari Kiamat untuk memberinya
pilihan bidadari yang ia inginkan [Hadits shahih].
Wallâhu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIII/1430H/2009M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl9 Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Al-Minhah ar-Rabbâniyyah Fi Syarhil Arba’în Nawawiyyah hlm. 161
[2]. HR. al-Bukhâri no.6116
[3]. Silsilah al-Manâhi asy-Syar’iyyah (4/37)
[4]. Syaikh Bin Bâz rahimahullah menilai hadits ini sanadnya jayyid
_______
Footnote
[1]. Al-Minhah ar-Rabbâniyyah Fi Syarhil Arba’în Nawawiyyah hlm. 161
[2]. HR. al-Bukhâri no.6116
[3]. Silsilah al-Manâhi asy-Syar’iyyah (4/37)
[4]. Syaikh Bin Bâz rahimahullah menilai hadits ini sanadnya jayyid
Islam Adalah Agama Yang Sempurna
Kesepuluh
ISLAM ADALAH AGAMA YANG SEMPURNA
ISLAM ADALAH AGAMA YANG SEMPURNA
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Agama Islam sudah sempurna, tidak boleh ditambah dan dikurangi. Kewajiban umat Islam adalah ittiba’.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama
bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H) menjelaskan,
“Ini merupakan nikmat Allah Azza wa Jalla terbesar yang diberikan kepada
umat ini, tatkala Allah menyempurnakan agama mereka. Sehingga, mereka
tidak memerlukan agama lain dan tidak pula Nabi lain selain Nabi mereka,
yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu,
Allah Azza wa Jalla menjadikan beliau sebagai penutup para Nabi dan
mengutusnya kepada seluruh manusia dan jin. Sehingga, tidak ada yang
halal kecuali yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang
diharamkannya, dan tidak ada agama kecuali yang disyari’atkannya. Semua
yang dikabarkannya adalah haq, benar, dan tidak ada kebohongan, serta
tidak ada pertentangan sama sekali. Sebagaimana firman Allah Azza wa
Jalla :
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا
“Dan telah sempurna kalimat Rabb-mu (Al-Qur-an), (sebagai kalimat) yang benar dan adil …” [Al-An’aam: 115]
Maksudnya benar dalam kabar yang disampaikan, dan adil dalam seluruh
perintah dan larangan. Setelah agama disempurnakan bagi mereka, maka
sempurnalah nikmat yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, Allah
Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama
bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]
Maka ridhailah Islam untuk diri kalian, karena ia merupakan agama
yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla. Karenanya Allah mengutus
Rasul yang paling utama dan karenanya pula Allah menurunkan Kitab yang
paling mulia (Al-Qur-an).
Mengenai firman-Nya : اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ “Pada
hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu.” ‘Ali bin Abi Thalhah
berkata, dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, “Maksudnya adalah Islam.
Allah telah mengabarkan Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
orang-orang yang beriman bahwa Allah telah menyempurnakan keimanan
kepada mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan penambahan sama sekali.
Dan Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan Islam sehingga Allah tidak
akan pernah menguranginya, bahkan Allah telah meridhainya, sehingga
Allah tidak akan memurkainya, selamanya.”
Asbath mengatakan, dari as-Suddi, “Ayat ini turun pada hari ‘Arafah,
dan setelah itu tidak ada lagi ayat yang turun, yang menyangkut halal
dan haram. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali dan
setelah itu beliau wafat.”
Ibnu Jarir dan beberapa ulama lainnya mengatakan, “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia setelah hari ‘Arafah,
yaitu setelah 81 hari.” Keduanya telah diriwayatkan Ibnu Jarir.
Selanjutnya ia menceritakan, Sufyan bin Waki’ menceritakan kepada kami,
Ibnu Fudhail menceritakan kepada kami, dari Harun bin Antarah, dari
ayahnya, ia berkata, “Ketika turun ayat: اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ
دِينَكُمْ “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu.” Yaitu
pada haji akbar (besar), maka ‘Umar Radhiyallahu anhu menangis, lalu
Nabi Shalalllahu ‘alaihi wa salalm bertanya, “Apa yang menyebabkan
engkau menangis?” ‘Umar Radhiyallahu anhu menjawab, “Aku menangis
disebabkan selama ini kita berada dalam penambahan agama kita. Tetapi
jika telah sempurna, maka tidak ada sesuatu yang sempurna melainkan akan
berkurang.” Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Engkau benar.”
Pengertian tersebut diperkuat oleh sebuah hadits yang menegaskan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْبًا، وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ.
“Sesungguhnya Islam bermula dalam keadaan asing dan akan kembali
menjadi asing sebagaimana permulaannya, maka berbahagialah orang-orang
yang asing.” [1]
Dari Thariq bin Syihab, ia berkata, “Ada seorang Yahudi yang datang
kepada ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, lalu berkata, ‘Wahai
Amirul Mukminin, sesungguhnya kalian membaca sebuah ayat dalam kitab
kalian. Jika ayat tersebut diturunkan kepada kami, orang-orang Yahudi,
niscaya kami akan menjadikan hari itu (hari turunnya ayat itu) sebagai
Hari Raya.’ ‘Ayat yang mana?’ tanya ‘Umar Radhiyallahu anhu. Orang
Yahudi itu berkata, ‘Yaitu firman-Nya:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
‘… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama
bagimu …’ [Al-Maa-idah: 3]
Maka ‘Umar Radhiyallahu anhu berkata, ‘Sesungguhnya aku telah
mengetahui hari dan tempat ketika ayat itu turun kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diturunkannya ayat itu kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu di ‘Arafah pada hari Jum’at.’”[2]
Demikianlah akhir dari penjelasan Imam Ibnu Katsir.[3]
A. Allah Azza wa Jalla Telah Menjelaskan Ushul dan Furu’ Agama Dalam al-Qur-an [4]
Anda tentu tahu bahwa Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan dalam Al-Qur-an tentang ushul (pokok-pokok) dan furu’ (cabang-cabang) agama Islam. Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan tentang tauhid dengan segala macam-macamnya, sampai tentang bergaul dengan sesama manusia seperti adab (tata krama) pertemuan, tata cara minta izin dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
Anda tentu tahu bahwa Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan dalam Al-Qur-an tentang ushul (pokok-pokok) dan furu’ (cabang-cabang) agama Islam. Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan tentang tauhid dengan segala macam-macamnya, sampai tentang bergaul dengan sesama manusia seperti adab (tata krama) pertemuan, tata cara minta izin dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu,
‘Berlapang-lapanglah dalam majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu…” [Al-Mujaadilah: 11]
Dan firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ
بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ
ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ فَإِن لَّمْ تَجِدُوا
فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤْذَنَ لَكُمْ ۖ وَإِن قِيلَ
لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا ۖ هُوَ أَزْكَىٰ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang
bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya.
Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Dan jika
kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk
sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, ‘’Kembalilah !’
Maka (hendaklah) kamu kembali. Itu lebih suci bagimu, dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [An-Nuur: 27-28]
Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan pula kepada kita dalam
Al-Qur-an tentang kewajiban wanita muslimah untuk memakai jilbab (busana
muslimah) yang sesuai dengan syari’at.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ
أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
رَّحِيمًا
“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka
menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu agar
mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Ahzaab: 59]
Juga firman-Nya:
وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ
“… Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan …” [An-Nuur : 31]
Allah juga telah menjelaskan kepada kita tentang adab masuk rumah, sebagaimana firman-Nya:
ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا
وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ
أَبْوَابِهَا
“… Dan bukanlah suatu kebajikan itu memasuki rumah-rumah dari
belakangnya, akan tetapi kebajikan itu adalah (kebajikan) orang yang
bertakwa, dan masukilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya …”
[Al-Baqarah: 189]
Dan masih banyak lagi ayat seperti ini. Dengan demikian jelaslah
bahwa Islam adalah agama yang sempurna, mencakup segala aspek kehidupan,
tidak boleh ditambahi dan tidak boleh dikurangi. Sebagaimana firman
Allah Azza wa Jalla tentang al-Qur-an:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ
“… Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur-an) untuk menjelaskan segala sesuatu …” [An-Nahl: 89]
Dengan demikian, tidak ada sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia baik
yang menyangkut masalah kehidupan di akhirat maupun masalah kehidupan di
dunia, kecuali telah dijelaskan Allah Azza wa Jalla di dalam Al-Qur-an
secara tegas atau dengan isyarat, secara tersurat maupun tersirat.
Adapun firman Allah Azza wa Jalla :
وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ
إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُم ۚ مَّا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِن شَيْءٍ ۚ
ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
“Dan tidak ada seekor binatangpun yang ada di bumi dan burung-burung
yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan
umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan
di dalam Al-Kitab. Kemudian kepada Rabb-lah mereka dikumpulkan.”
[Al-An’aam: 38]
Ada yang menafsirkan “Al-Kitab” di sini adalah Al-Qur-an, padahal
sebenarnya yang dimaksud yaitu “Lauh Mahfuzh”. Karena apa yang
dinyatakan oleh Allah Azza wa Jalla tentang al-Qur-an dalam firman-Nya:
“Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur-an) untuk menjelaskan segala
sesuatu,” lebih tegas daripada yang dinyatakan dalam firman-Nya:
“Tidaklah Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab”.
Mungkin ada orang yang bertanya: “Adakah ayat di dalam Al-Qur-an yang
menjelaskan jumlah shalat lima waktu berikut bilangan raka’at tiap-tiap
shalat? Bagaimanakah dengan firman Allah Azza wa jalla yang menjelaskan
bahwa Al-Qur-an diturunkan untuk menerangkan segala sesuatu, padahal
kita tidak menemukan ayat yang menjelaskan bilangan raka’at tiap-tiap
shalat ?”
Jawabnya: Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan di dalam Al-Qur-an
bahwasanya kita diwajibkan mengambil dan mengikuti segala apa yang telah
disabdakan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Hal ini berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla:
مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barangsiapa yang mentaati Rasul (Muhammad) maka sesungguhnya ia telah mentaati Allah…” [An-Nisaa’: 80]
Juga firman-Nya:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
“… Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah …” [Al-Hasyr: 7]
Maka segala sesuatu yang telah dijelaskan oleh Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesungguhnya al-Qur-an telah
menunjukkannya pula. Karena Sunnah termasuk juga wahyu yang diturunkan
dan diajarkan oleh Allah Azza wa Jalla kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
وَأَنزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
“… Dan (juga karena) Allah telah menurunkan al-Kitab (Al-Qur-an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) kepadamu …” [An-Nisaa’: 113]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ إِنِّي أُوْتِيْتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ…
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab (Al-Qur-an) dan yang sepertinya (yaitu As-Sunnah) bersamanya.” [5]
Dengan demikian, apa yang disebutkan dalam Sunnah, maka sebenarnya telah disebutkan pula dalam Al-Qur-an.
[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan
As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit
Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3]
_______
Footnote
[1]. HR. Muslim dalam Kitabul Iman (no. 145 (232)) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[2]. HR. Al-Bukhari (no. 45, 4407, 4606, 7268) dan Muslim (no. 3017 (5)), dari Thariq bin Shihab Radhiyallahu anhu.
[3]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir (II/15-16), cet I, Maktabah Daarus Salam th. 1413 H.
[4]. Sub bahasan ini dinukil dari kutaib al-Ibdaa’ fi Kamaalisy Syar’i wa Khatharil Ibtidaa’ oleh Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah.
[5]. HR. Abu Dawud (no. 4604) dan Ahmad (IV/131), dari Shahabat al-Miqdam bin Ma’dikarib.
_______
Footnote
[1]. HR. Muslim dalam Kitabul Iman (no. 145 (232)) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[2]. HR. Al-Bukhari (no. 45, 4407, 4606, 7268) dan Muslim (no. 3017 (5)), dari Thariq bin Shihab Radhiyallahu anhu.
[3]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir (II/15-16), cet I, Maktabah Daarus Salam th. 1413 H.
[4]. Sub bahasan ini dinukil dari kutaib al-Ibdaa’ fi Kamaalisy Syar’i wa Khatharil Ibtidaa’ oleh Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah.
[5]. HR. Abu Dawud (no. 4604) dan Ahmad (IV/131), dari Shahabat al-Miqdam bin Ma’dikarib.
5 Fakta Tentang Islam yang Diyakini Oleh Orang-Orang Barat
Bagi orang-orang barat, Islam tidak lebih hanyalah agama yang
mengajarkan kekerasan dan kerusakan. Terlebih munculnya propaganda
organisasi yang tengah marak saat ini dengan aksi kejam mereka yang
membawa nama Islam. Sehingga image tentang agama ini pun rusak
tidak karuan. Namun, tidak semua orang barat punya pikiran picik dan
sempit seperti itu sehingga menyimpulkan sesuatu hanya dari yang dilihat
dan diduga saja.
Ya, ternyata banyak dari mereka pada akhirnya menyadari jika agama
yang dibawa Nabi Muhammad ini luar biasa. Tak hanya tentang ajarannya,
tapi juga pengaruh yang dibawanya bagi dunia. Nah, berikut adalah
hal-hal tentang Islam yang ternyata sangat diyakini orang-orang barat.
1. Islam Akan Jadi Agama Mayoritas Umat Manusia
Kalau ditanya apa sih agama yang paling populer di dunia? Sudah pasti
jawabannya adalah Kristen. Ya, hal tersebut dibuktikan dengan mayoritas
penduduk dunia yang menganut agama ini. Islam sendiri berada di urutan
kedua setelahnya. Namun, banyak orang yang beranggapan jika agama ini
mungkin akan mengalahkan Kristen dalam hal jumlah penganut di masa depan
nanti.
Pernyataan
ini dibuktikan dengan banyak riset yang hasilnya mengejutkan. Setiap
tahunnya jumlah pemeluk agama Islam makin bertambah. Bahkan diprediksi
jika penganut Islam akan sebanyak Kristen di tahun 2050 nanti.
2. Muslim Sangat Menghormati Maryam
Orang-orang barat selalu membandingkan sesuatu dengan bukti dan
fakta. Termasuk membandingkan tentang agama. Mereka pernah membandingkan
Kristen dan Islam berdasarkan literatur keduanya, yakni Injil dan Al
Qur’an. Nah, ada sebuah fakta menarik dari perbandingan ini yang
menunjukkan bahwa di Al Qur’an Maryam atau Mary lebih banyak disebutkan
dari pada di dalam Injil Perjanjian Baru.
Hal
ini pun membuat orang-orang barat jadi timbul semacam keyakinan jika
para Muslim pun menghormati sosok Maryam sama baiknya dengan orang-orang
Kristen. Bahkan bisa lebih lagi mengingat Al Qur’an sendiri menyebutkan
nama Ibunda Isa Al Masih ini lebih banyak.
3. Umat Muslim Pernah Berjuang Untuk Yahudi
Tidak bermaksud menebarkan kekacauan, tapi lihatlah sendiri di
berbagai forum bagaimana umat Muslim begitu tidak menyukai Yahudi.
Padahal dulu banyak sekali cerita patriotik tentang umat Muslim yang
justru sering membantu para Yahudi. Uniknya lagi, hal ini juga dipercaya
oleh orang-orang barat.
Salah
satu contohnya adalah kisah orang-orang Yahudi yang diselamatkan oleh
umat Muslim ketika Perang Dunia II bergolak. Bahkan banyak cerita yang
mengatakan orang-orang Muslim rela berperang di pergolakan terbesar
sepanjang sejarah tersebut untuk menyelamatkan Yahudi dan menghadapi
Nazi.
Ada pula cerita tentang Sultan Bayazid dari Kerajaan Otoman yang
mengirim pasukan untuk menyelamatkan kaum Yahudi di Spanyol. Kala itu di
tahun 1492, Spanyol dikuasai oleh Kerajaan Katolik yang ingin membantai
para Yahudi yang tinggal di sana.
4. Keluar Dari Islam = Mati
Mayoritas orang barat percaya jika tidak ada hukuman lain selain mati
untuk kasus seseorang yang keluar dari agama Islam. Ya, disimpulkan
dari Al Quran dan Hadist shahih, memang tidak ada hukuman yang lebih
pantas bagi orang murtad selain dibunuh. Sayangnya, orang-orang barat
tidak mengetahui jika prosesi ini tidak serta merta langsung dilakukan
begitu saja.
Dalam
Islam, orang yang ketahuan Murtad haruslah diberi kesempatan untuk
bertaubat. Bahkan menurut riwayat sampai 3 kali dengan dibimbing secara
intensif. Setelah ajakan ini ditolak, barulah hukum mati dilakukan.
Tidak semua orang Murtad gagal kembali ke Islam, namun beberapa memang
menunjukkan sifat menentang, bahkan menghina Rasul dan ajarannya. Yang
seperti ini baru yang akan dikenai hukuman, karena potensi merusaknya
besar dan akan jadi benalu jika tidak diberantas.
Meskipun Islam menghukum mati orang murtad, sepertinya orang barat
juga harus tahu akan perlakuan agama ini kepada Mualaf. Ya, dalam Islam
seseorang yang baru saja menjadi Muslim akan diberikan zakat dan ini
wajib hukumnya.
5. Orang Barat Mengakui Kehebatan Ilmuwan Muslim
Ada begitu banyak orang barat yang yakin dengan agama ini bukan hanya
dari nilai ajarannya, tapi juga berdasarkan hal-hal yang bersifat
keilmuwan. Seperti yang diketahui, dulu Islam benar-benar menggenggam
dunia tidak hanya secara teritorial saja tapi juga peradaban termasuk
ilmu pengetahuan.
Banyak
sekali ilmuwan Muslim yang terbukti memiliki karya yang luar biasa.
Sebut saja Ibnu Sina yang terkenal dengan ilmu kedokterannya, Ibnu Rusyd
yang bukunya jadi literatur untuk filsafat dan ilmu sosial, serta masih
banyak lagi yang lain.
Tak cuma mengagumi para ilmuwan Islam, orang-orang barat pun percaya
jika para cendekiawan Muslim sangat dihargai oleh pemerintah. Misalnya
dengan menggaji mereka dengan sangat tinggi.
Sayangnya, orang-orang barat kadang hanya menilai Islam dari luarnya
saja. Sehingga muncul opini-opini sepihak yang pada akhirnya menurunkan
nilai Islam. Padahal kalau dikaji lebih dalam mungkin mereka akan
benar-benar paham. Kasus seperti itu sudah banyak dan mereka jelas-jelas
bisa menerima kebenaran.
Sumber : Di sini
Subscribe to:
Posts (Atom)